Salam Nusantara!
Malam ini Sabtu, 10/12 adalah malam pentas Ke-II Purnama Seruling
Penataran (PSP) di Tahun 2012. Masih seperti malam bulan purnama yang
telah lalu, pelataran Candi Penataran selalu dipadati oleh ribuan pasang
mata, penggemar Purnama Seruling Penataran yang setia.
Hening terasa ketika video trailler PSP mulai diputar. Pandangan mata
penonton tertuju di satu titik, sebuah layar lebar yang menyajikan
cerita jaman dahulu tentang proses penemuan, pemugaran hingga keindahan
Candi Penataran saat ini. Semuanya diam menikmati seolah tak ada yang
ingin terlewatkan.
PSP Ke-II Tahun 2012 dibuka dengan pertunjukan musik Gampring
(Gambang Pring) oleh seniman tradisional Blitar. Kemudian Suling Flute
yang dimainkan seniman-seniman dari kota Solo. Lalu Sintren Tayub dari
Malang pimpinan Raymond sebelum kemudian tampil pertunjukan utama berupa
sendra tari dengan lakon Gagakaking dan Bubhuksah yang dimainkan oleh
seniman-seniman dari Dewan Kesenian Kabupaten Blitar (DKKB).
Gagakaking dan Bubhuksah merupakan cerita imajinatif yang bernafas
religi yang diambil dari relief Candi Penataran. Mengutarakan cerita
tentang cita-cita dan hakikat pembebasan jiwa menuju alam murni yakni
moksa, melalui dua tokoh utama sang kakak : Gagakaking dan sang adik :
Bubhuksah.
Masing-masing memilih jalan yang berbeda. Gagakaking menjalankan
tapanya dengan memakan makanan yang tidak bernyawa (tumbuh-tumbuhan)
sehingga tubuhnya kurus kering (aking). Sedangkan Bubhuksah, seperti
namanya yang mengandung arti si pelahap menjalankan tapanya dengan
memakan makanan yang bernyawa.
Namun demikian, dari kedua perilaku yang sangat berbeda itu keduanya
memiliki kesamaan yakni mengagungkan nilai sebuah satya atau kesetian
terhadap pilihan keyakinan yang dianggap benar dengan segala
konsekuensinya.
Setelah melewati ujian dari seekor harimau putih dari kayangan,
keduanya lantas dibawa ke surga dengan Bubhuksah duduk di punggung
harimau sedangkang Gagakaking bergelantungan memegang ekor sang harimau.
Sesampainya di surga mereka pun disambut oleh para dewa, kemudian
masing-masing diberi tempat sesuai dengan tapanya.
Hebat! Dewan Kesenian Kabupaten Blitar mampu menyajikan cerita yang
hanya samar-samar terpahat di relief Candi Penataran itu dengan sangat
hidup. Tidak ada penonton yang mencibir. Namun sebaliknya, seperti
melintas batas waktu dan angan-angan penonton dibuat larut mengalir
dalam cerita.
Cerita Gagakaking dan Bubhuksah pun semakin indah manakala musik
pengiringnya juga sangat menawan. Kolam Sidharta –seniman dari Kec.
Wlingi, malam itu memperkenalkan alat musik ciptaannya yang terbuat dari
pipa air (PVC). Bentuknya unik menyerupai gambar pada relief Candi
Penataran. Dan meskipun agak asing, namun suaranya sangatlah padu dan
merdu.
Purnama Seruling Penataran malam ini lantas ditutup dengan penampilan
tari kontemporer kolaborasi seniman-seniman dari Swedia, Portugal,
Afrika Selatan dan Polandia. Bule-bule muda mahasiswa ISI (Institut Seni
Indonesia) – Surakarta ini beraksi dengan begitu bersemangat
menggunakan properti dari beras dan alat memasak Jawa.
Ada yang berbeda malam ini. Pertunjukan PSP tidak hanya ada di
pendopo teras Candi Penataran bagian depan. Di sisi kanan pintu masuk
pelataran Candi Penataran, disitu ada Mbah Diman dan Mbah Prapto serta
seniman-seniman lain dari Solo yang sedang melaksanakan ritual jamasan
dan proses pembuatan senjata pusaka (gaman).
Dan tidak seperti biasanya pula, di pendopo teras sebelah utara juga
digelar pertunjukan wayang kulit yang mengambil lakon Banjaran Gatut
Kaca oleh Ki Dalang Anom Dwijo Kanto. Tamu undangan yang datang pun juga
terbilang cukup istimewa. Selain ada Rektor ISI – Solo, bersama Bupati,
tampak H. Harmoko – Ketua Yayasan Kertagama Jakarta. ● moza