SURABAYA – Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur saat ini hingga menyentuh angka 7,22% ternyata tidak lepas dari peran Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal tersebut diakui sendiri Gubernur Jawa Timur Soekarwo saat membuka Rapat Koordinasi Daerah Koperasi dan UMKM se-Jawa Timur di Hotel Sun City Sidoarjo, Selasa (28/2).
Menurut Gubernur Soekarwo, tingginya angka pertumbuhan ekonomi di Jatim tersebut secara otomatis berdampak langsung pada penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. Karena pelaku koperasi dan usaha kecil di Jawa Timur berawal dari masyarakat tidak mampu namun memiliki semangat berwirausaha dan kerja keras. “Program koperasi dan UMKM mampu menurunkan kemiskinan di Jawa Timur hingga 2,83 persen. Atau menyumbang 37 persen angka penurunan kemiskinan nasional,” ucap bangga Gubernur Soekarwo, kemarin. Gubernur juga mengaku bangga dengan kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur.
Menurutnya, pada tahun 2012 dan tahun-tahun berikutnya, kemajuan ekonomi semacam ini tidak hanya sekedar dipertahankan. Tapi harus ditingkatkan lebih baik lagi. Soekarwo mengatakan, melalui Rakorda Koperasi dan UMKM inilah disusun strategi jangka panjang untuk lebih mengembangkan peran serta pemerintah dalam koperasi dan UMKM. “Rakorda ini penting sekali. Karena perlu ada evaluasi koperasi dan UMKM di Jatim dan mau apa pada tahun berikutnya,” cetus Soekarwo.
Dijelaskannya, pentingnya peran koperasi dan UMKM ini harus didukung oleh seluruh stake holder yang ada. Terlebih lagi, koperasi dan UMKM ini juga menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi. “Data menyebutkan, ada 98 % tenaga kerja Jatim ada disitu (Koperasio dan usaha kecil). Kalau corporate (perusahaann besar) hanya menyerap 1,8% tenaga kerja. Ini artinya besar sekali peran koperasi dan UMKM ini di Jatim,” paparnya. Hal tersebut, lanjut Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo ini, perlu ada kebijakan dari pemerintah. Terutama meningkatkan peran tiga poin penting dalam pertumbuhan usaha kecil. Yakni uang, SDM serta pasar.
Konsep ini, kata Gubernur, mirip dengan konsep ekonomi Sosialis. Seperti menata uang di Jawa Timur. “Uang tidak boleh liar, tapi uang harus di engineering. Harus ada tool atau alatnya yang akan kita bicarakan. Lalu ditopang usaha kecil sebagai tulang punggungnya,” paparnya.
Soekarwo menilai, ekonomi di Orde baru ada kegagalan. Karena masyarakat yang miskin malah menjadi sangat miskin. Bahkan menurut analisisis bank dunia, program PNPM juga belum menyelesaikan kemiskinan jutru meningkatkan disparitas kemiskinan. Karena bantuan tidak langsung dikelola oleh masyarakat untuk peningkatan perekonomian. “Ekonomi itu bukan dilepas, tidak semudah itu. Kalau menyelesaikan problem kemiskinan, harus bergerak bersama. Tidak diberi lalu dilepas,” terangnya.
Gubernur tetap berharap Koperasi dan UMKM harus bisa besar. Saat ini perekonomian di Jawa Timur punya jaringan pasar tertutup yang luar biasa. Bahkan di tingkat nasional nilainya setara dengan angka 6,5% pertumbuhan ekonomi. “Ini kan berarti pasar luar biasa,” jelasnya.
Meski pasar bebas sedikit protektif dan menggunakan standart tariff yang diatur WTO (World Trade Organization) yang tidak bisa diubah, maka pelaku usaha dari Jawa Timur harus tetap memenuhi standaraisasi ditambah dengan peningkatan quality-nya. “Maka kemudian, akses modal dan perbaikan qualitynya yang akan kita ubah. Kalau itu yang dibangun, maka dengan mudah pasar itu kita raih. Di Indonesia ini ada 240 pasar yang income jenisnya naik, ini pasar raksasa,” tandasnya.
Oleh karena itu, peluang pasar tersebut hanya satu yang bisa masuk, yaitu industri kecil atau industri presisif. “Untuk itu, pelaku usaha sektor menengah harus berani tarung di usaha export,” ujarnya.
Kebijakan pemerintah provinsi terhadap pengelolaan koperasi dan UMKM ini tidak hanya melalui penganggaran Pemda saja. Tapi dari system global atau yang kita sebut sebagai skema pembiayaan yang perlu ada regulasi baru. “Saya sudah ajak bicara dengan bank-bank pemerintahan, Gubernur BI, pimpinan BRI dan Bank Jatim. BI sudah setuju secara konsep tapi kami disuruh mencoba dulu di Jawa Timur. Karena aturan banknya memang tidak boleh langsung mengintervensi,” paparnya. “Sebab bagaimanapun juga, Kalau tidak ada uang yang meluncur dan tidak ada bunga murah akan susah untuk mengangkat ekonomi,” sahutnya. rko/**
Sumber : http://www.surabayapagi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar