Beberapa tahun silam kita diingatkan pada maraknya berita tentang berbagai kasus pekerja imigran gelap dan peredaran produk/barang ilegal yang merajai pasaran di Indonesia, yang cukup menyetil pemikiran kita, setidaknya perlu kami ingatkan kembali bahwa ada 2 kasus dalam pemberitaan media, yang penting kita renungi kembali yaitu :
- Pada tahun 2011 sebanyak 60 warga negara asing (WNA) asal China yang bekerja secara ilegal di Proyek Pembangunan PLTU Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi meskipun akhirnya dideportasi ke negara asalnya. Berita ini cukup menggemparkan masyarakat sukabumi saat itu, terlebih pekerja asing yang bekerja pada proyek tersebut ternyata di dominasi pekerja kasar seperti tukang angkut, gali dan pekerjaan kasar lainnya yang sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat setempat di sekita proyek Pembangunan PLTU.
- Pada kejadian lain terkait beredarnya produk impor, Bayu krisnamurti Wakil Menteri Perdagangan pada saat kunjungan di Manado beliau sampaikan bahwa sejak Januari hingga Juni 2012 terdapat 404 kasus pelanggaran barang beredar di pasaran yang tidak sesuai ketentuan (bermasalah ) dan dari barang yang beredar ini ditemukan 66,25 persennya atau 267 adalah kasus barang impor.
Di Wilayah ASEAN diawali dengan disepakati terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Kesepakatan yang di bangun di negara-negara ASEAN diantaranya berupa penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya, selanjutnya AFTA menyepakati menghapus semua bea masuk impor barang yang akan berlaku tahun 2015 sehingga tahun ini merupakan awal kebangkitan ASEAN sekaligus ujian bagi negera-negara di ASEAN untuk menunjukan eksistensi dalam membangun kompetisi di tingkat ASEAN sebelum memasuki era perdagangan bebas lebih lanjut, sebagai konsekwensi perdagangan Bebas dunia yang telah di ratifikasi oleh negara-negara ASEAN untuk memasuki era perdagangan bebas dunia –dimana indonesia sebagai salah satu pendiri WTO ( World Trade organzation ).
Era Perdagangan global yang ada saat ini membuka peluang untuk terbukanya pasar bebas lintas antar negara. Masing-masing negara memiliki peluang besar untuk saling mengisi kebutuhan di dalam negeri, baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur. Globalisasi yang diserta dengan gelombang arus kemajuan teknologi, serta Perkembangan teknologi informasi dan transportasi kian meningkat sehingga membuat batas-batas antar negara semakin semu. Jalur lalu lintas pun semakin mudah untuk diakses.
Semakin terbuka lebarnya jalan lalu lintas antar negara pada era ini menciptakan meningkatnya mobilitas barang dan manusia antar satu negara ke negara lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, secara tidak langsung negara membuka lebar pintu masuk dan akses ke dalam ruang lingkup batasan negara. Secara individual maupun kelompok dengan mudah melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dengan berbagai kepentingan. Dengan fenomena ini, berbagai usaha dilakukan untuk tetap menjaga keamanan dan stabilitas negara, seperti menetapkan peraturan-peraturan tentang keimigrasian, walau masih banyak terdapat lubang-lubang hitam yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk secara ilegal dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.
Era globalisasi kemudian memunculkan potensi untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Akses yang mudah dan peraturan yang lunak dapat dipermainkan sehingga menimbulkan suatu praktek kejahatan lintas negara. Kejahatan lintas negara ini sejatinya sudah ada sejak dahulu, tetapi sesuai perkembangan jaman, pelbagai inovasi dan kreatifitas telah dilakukan oleh para pelanggar sehingga kejahatan lintas negara pun tidak di elakan lagi muncul dalam bentuk-bentuk yang teroganisir dengan melibatkan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kejahatan lintas negara, atau yang dikenal dengan istilah kejahatan transnasional menimbulkan banyak kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut. Pelbagai penyimpangan yang dapat dilakukan, seperti pengeksploitasian sumber daya (sumber daya alam dan sumber daya manusia) yang berlebihan sehingga bedampak kepada prilaku sosial yang ada dunia, dengan munculnya atau menguatnya masalah-masalah, seperti kemiskinan, konflik, dan kerugian lainnya yang bersifat materi. Bencana alam pun menjadi salah satu masalah yang kemudian dipertanyakan sebab-musabab munculnya terkait dengan praktek kejahatan antar bangsa yang mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan. Dengan demikian, kejahatan transnasional “berhasil” menjadi masalah bersama, masalah di negara-negara dunia; menjadi masalah nasional dan internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara diperlintasan benua besar di dunia tentunya memiliki potensi yang kuat untuk terjadinya praktek kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas. Tidak saja Kejahatan transnasional, Indonesia tentunya secara konsekwensi pasar di hadapkan pada persaingan global.
Tantangan terdekat Indonesia memasuki era AFTA yang melahirkan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) di tahun 2015 tentunya harus di sikapi dengan upaya meningkatkan daya saing pelaku usaha dan sumber daya manusia
Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014, dalam dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai akhir 2015, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 September 2014 selanjutnya telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Dikutip dari laman
setkab.go.id, Minggu (14/9), melalui Inpres No 6 tahun 2014, SBY meminta
kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Sekretaris
Kabinet, Jaksa Agung, Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK), para Gubernur, dan para Bupati/Walikota di seluruh
Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk melakukan peningkatan daya saing nasional dan
melakukan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan
dimulai pada Tahun 2015.
Pelaksanaan peningkatan
daya saing nasional dan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
sebagaimana dimaksud berpedoman pada strategi di antaranya:
1. Pengembangan
Industri Nasional yang berfokus pada: a.Pengembangan Industri Prioritas
Dalam Rangka Memenuhi Pasar ASEAN; b.Pengembangan Industri Dalam Rangka
Mengamankan Pasar Dalam Negeri; c.Pengambangan industri kecil menengah;
d. Pengembangan SDM dan Penelitian; dan e. Penerapan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
2. Pengembangan Pertanian, dengan fokus pada Peningkatan Investasi Langsung di Sektor Pertanian, dan Peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan
Kelautan dan Perikanan, dengan fokus pada: a. Penguatan Kelembagaan dan
Posisi Kelautan dan Perikanan; b.Penguatan daya saing kelautan dan
perikanan; c. Penguatan pasar dalam negeri; dan d. Penguatan dan
peningkatan Pasar Ekspor.
4. Pengembangan
energi, yang fokus pada: a. Pengembangan sub sektor ketenagalistrikan
dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); b.sub
sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan c. Peningkatan
pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang
memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada 10
sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur;
pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan;
investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan;
perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Terkait Inpres ini,
Presiden memberikan keleluasaan bagi Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah
Non Kementerian untuk melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank
Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sepanjang
terdapat program yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia
dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
Melalui Inpres ini, Menko
bidang Perekonomian diminta untuk mengoordinasikan pelaksanaan strategi
sebagaimana di atas, dan melaporkannya secara berkala kepada Presiden.
Dalam pelaksanaan
tugasnya itu, Presiden meminta Menko Perekonomian untuk berkoordinasi
dengan Komite Nasional Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
sebagaimana telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun
2014.
HAMBATAN DESA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS
Desa sebagai wilayah
kesatuan hukum yang berkedudukan di wilayah NKRI tentunya tidak lepas
dari obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas
produk/barang yang di hasilkan desa, tetapi sumber daya manusia sebagai
pengelola sumber daya alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya
akan di hadapkan pada persaingan ekonomi.
Pengembangan modal sosial
di desa merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari di desa, sehingga secara tidak langsung daya saing
pengelolaan modal sosial dan potensi sumber daya sangat menentukan
kesejahteraan mayarakat desa
Desa yang memiliki sumber
daya yang luar biasa tidak akan menciptakan kesjahteraan di era
persaingan bebas jika tidak mampu bersaing jika tidak di bangun upaya
kreatif dalam mengembangkan modal sosial yang ada. Terbentuknya
“socio-economic creative rural society or rural community” bila
dikembangkan dengan meningkatkan daya saing akan mendorong pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan wilayah pedesaan lebih berkembang dan tetap
bertahan eksis dalam persaingan pasar bebas.
Manajemen sumberdaya desa
menjadi diskursus menarik untuk di kaji lebih lanjut, terlebih Desa
dengan semangat UU No 6 tahun 2014 tentang desa dengan azaz revolusioner
desa yaitu azaz Subsidiaritas dan Rekognisi . Azaz Rekognisi sebagai
bentuk pengakuan negara
terhadap hak asal usul desa, sedang azaz subsidiaritas, memberikan
kewenangan penetapan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara
lokal untuk kepentingan masyarakat Desa, sehingga Desa memiliki hak
untuk mengelola dan mengatur atas sumber daya untuk kepentingan
ksejahteraan masyarakat desa, sehingga kedua azaz tersebut seyogyanya
mendorong desa bisa meningkatkan tata kelola sumber daya untuk memiliki
daya saing.
Desa ke depan di hadapkan
pada tantangan bukan saja memasuki persaingan pasar bebas dan
terbentuknya Masyarakat ekonomi Asean (MEA) Tahun 2015, tetapi untuk
menciptkan daya saing desa masih di hadapkan pada resistensi pemahaman
terhadap UU Desa yang belum sepenuhnya di pahami desa dan supra desa
yang di akibatkan proses pembelajaran desa yang keliru selama ini dalam
proses pelaksanaan program-program yang cenderung mengimposisi peran
desa ( pemerintah desa dan masyarakat desa ).
Menurut Sutoro Eko,
Otonomi daerah cenderung jamak menyediakan karpet merah bagi kelompok
usaha untuk mengelola sumber daya alam daerah. Tidaklah mengherankan
bahwa di era otonomi daerah lengket dengan paradigma market driven
development dan desa masih terpinggirkan
Selanjutnya Sutoro eko
sebutkan Performa pelaksanaan proyek proyek tersebut justru mengimposisi
peran pemegang otoritas desa dan partisipasi masyarakat. Di luar dugaan
program program tersebut menyebabkan modal sosial masyarakat tidak
terbangun baik. Uang berubah menjadi motivator utama bergairahnya
partisipasi (money driven development). Partisipasi yang tinggi dalam
penyelenggaraan program program tersebut bukan berarti mampu melahirkan
program/kegiatan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat,melainkan
karena dimobolisasi oleh petunjuk teknis proyek.
Pengalaman desa-desa
dalam tata kelola program-program sebelumya yang bersumber dari berbagai
program-program leading sektor pemerintah dengan berbagai ragam
kebijakan program, ragam muatan pesan donor, serta bias implementasi
program, semakin menyudutkan desa pada ketidak berdayaan, karena desa
tidak di posisikan dalam pengelolaan dan pengaturan, sebagai wujud
entitas desa, hal tersebut di perparah dengan prilaku supra desa
senantiasa mendudukan desa sebagai sumber perasan data, ekploitasi
sumber daya, dll.
Pengalaman buruk sebagai
bentuk resistensi yang menghambat pengembangan modal sosial desa serta
sistem regulasi diotonomi daerah yang tidak pro-desa dan pemberdayaan
masyarakat desa, sehingga bentuk keberdayaan desa bukan sekedar
mobilisasi yang gairah partisipasi yang di dorong dengan ketergantungan
bantuan keuangan, Dana Desa harus menjadi bagian modal sosial yang di
kembangkan dengan kewenangan mengatur dan mengelola, sehingga pengakuan
pemerintah desa dan kelembagaan desa bisa berfungsi dan memiliki
kewibawaan di hadapan masyarakat desa
SERTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA DESA
Salah satu bentuk
manajemen sumber daya yang perlu di kembangankan adalah dilakukannya
inventarisasi sumber daya melalui sertifikasi sumber daya desa. Sertifikasi
sumber daya adalah upaya pengakuan terhadap sumber daya yang ada di
desa untuk di pertahankan sebagai bentuk kearifan lokal yang siap
berdaya saing dengan pasar bebas, sebagai contoh:
- Bagaimana pendataan terhadap buah-buahan lokal produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dll sebagai produk unggulan yang kompetitif yang mampu bersaing di pasaran bebas,
- Bagaimana melakukan inventarisasi keahlian tenaga sumber daya manusia berketerampilan lokal ( tukang pacul/gali, tukang ani-ani, pemetik kelapa, penyadap nira,dll)
- Bagaimana melakukan pendataan terhadap sumber daya alam untuk melindungi dan mempertahankan kesimbangan sistem sosial masyarakat desa dan antar desa
- Bagamana melakukan pendataan potensi sosial, seni, budaya, dll sebagai bagian membangun rekayasa sosial untuk kepentingan kesejahteraan desa dan antar desa maupun kawasan
Di era persaingan
global dan diperluasnya otonomi desa dan dengan kewenangan skala lokal
desa berkonsekwensi arus perdaganan bebas masuk ke tingkat desa dengan
masuknya iklim investasi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi
perdesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa.
Industri dimaksud adalah munculnya usaha-usaha pertanian, perikanan,
perkebunan, perikanan, pariwisata,dll yang berbais potensi sumber daya
desa dengan skala industri, yang akan berdampak pada serapan tenaga
kerja terampil lokal yang harus bersaing, sehingga kasus imigran gelap
pekerja kasar seperti kasus proyek PLTU di kabupaten Sukabumi tidak
terulang.
Pembangunan investasi
usaha dan ekonomi akan berdampak pada tumbuhnya proyek-proyek
pembangunan infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi
dengan skala proyek dan masive, yang harus menempatkan masyarakat desa
sebagai pelaku proyek. Tidak terjadi kembali penguasaan dan pengalihan
atas ekploitasi sumber daya desa yang tidak memberikan daya ungkit
kesejahteraan desa.
Sertifikasi sumber daya
tentunya menjadi bagian strategis bagi desa untuk bersiap dalam era
persaingan bebas ini agar desa tidak terlindas dalm pergulatan pasar.
Sertifikasi merupakan langkah pemetaan pasukan sebelum mendapatkan
agresi pasar yang tidak bisa kita bendung.
DESA HUA XI CONTOH KEBERHASILAN
Sebuah gambaran bagaimana
Desa mampu membangun kesejahteraan rakyat, dapat kita pelajari dari
best practice tata kelola desa Hua xi yang
terletak di propinsi Jiang Shu China, melalui kepemimpinan kepala desa
Wu Renbao akhirnya sekarang menjadi satu desa termaju di dunia, Desa
berinisiatif melancarkan usaha sendiri sesuai dengan kondisi
masing-masing dan kebutuhan pasar. Jadi, setelah didesa-desa
diperkenankan menggunakan tanahnya untuk berproduksi yang dikehendaki
sesusai kebutuhan pasar.
Desa Hua Xi setelah
berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan mekanisasi, mereka
benar-benar mengembangkan usaha industry di-desanya, membangun pabrik
baja dan pipa-baja. Usaha menjadi lebih besar setelah Wu Renbao
menggabungkan beberapa desa disekitarnya, menambah jumlah tenaga kerja
yang diperlukan untuk industry. Sehingga hasil produksi baja setahunnya
mencapai 2,2 juta ton, sedang pipa-pipa berbagai jenis untuk sepeda,
sepeda-motor dan perabot rumah-tangga, hampir 300 ribu ton/tahun. Dari
hasil produksi desa Hua Xi sudah ada yang eksport ke AS, Canada, Eropah,
Australia dan bebrapa Negara Asia-tenggara.
Untuk pengembangan Usaha
dan mensejahterakan kawasan antar desa, maka Desa Hua Xi memperluas
wilayah dengan menggabungkan 16 desa disekitar menjadi satu pengurusan
Desa Hua Xi untuk maju bersama. Dermikianlah sekarang ini desa Hua Xi
menjadi besar dan lebih makmur lagi dengan bertambahnya tenaga kerja.
Lengkap dengan produksi bahan pangan, buah-buahan, pohon, peternakan dan
perikanan, dll.
Inilah bentuk contoh
nyata bahwa desa mampu berdaya saingan denga mengembangkan kekuatan
potensi desa dan antar desa, dengan kekuatan visi seorang pemimpin dari
sebuah wilayah yang berdaulat serta didukung komitmen masyarakat desa
untuk maju bersama.
Undang-undang No. 6 Tahun
2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik
Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa. Dengan
demikian BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat
dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di
bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes juga adalah pilar
kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social
institution) dan komersial (commercial institution)
Secara khusus Ketentuan
tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan
Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan
BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa
disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Apa yang di lakukan Wu
Renbao yang membawa pesatnya kemaksuran ekonomi desa Hua Xi adalah
dengan mengmbangkan BUMdes dengan produksi yang sesuai dengan kebutuhan
pasar, sehingga pengelolaan sumber daya betul-betul di kelola agar juga
memiliki daya saing pasar.
Akankah Desa-Desa di
Indonesia melahirkan desa-desa seperti Hua xi bahkan mengungguli Hua Xi,
Bagaimana Desa mampu mengelola Dana Desa dengan rerata 1.4 Milyar di
jadikan sebagai Modal membangun kesejahteraan, mampukah desa memproduksi
produk-produk berdaya saing atau menjadi pengguna produk luar, akan kah
sumber daya manusia di desa kita menjadi pelaku utama pembangunan di
desa atau kah teralihkan oleh tenaga kerja asing, akan kah sumber daya
potensi alam dan budaya kita di kelola olah orang desa ataukah di
intervensi oleh kekuatan modal asing. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah
yang panjang bagi para penggiat desa di Indonesia.
Setifikasi Sumber daya
Lokal dan bernilai Ke-arifan Lokal seharusnya menjadi kan entitas daya
saing menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun
2015, sebelum memasuki persaingan global dunia AFTA dan NAFTA, sebagai
konsekswensi ratiifikasi WTO yang sudah di tanda-tangani pemerintah
Indonesia.
Go..Sertifikasi dan peningkatan daya saing…
- Sutoro Eko, Februari 2014 Desa membangun Indonesia Cetakan pertama Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
- Laman setkab.go.id, Minggu (14/9) Presiden Bentuk Komite Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN
- Laman Media Indonesia April 24 2012 Desa Hua Xi , Desa Terkaya Didunia
- Inilah.Com tanggal 6 oktober 2011, 60 Pekerja Ilegal Asal China Dideportasi
- Merdeka.com Rabu, 18 Juli 2012 Produk impor ilegal kuasai pasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar