Jakarta, kpu.go.id- Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) tetap mewajibkan kepala
desa/wali nagari yang akan menjadi calon legislatif (caleg) mundur dari
jabatannya. Sebab kades/wali nagari berperan besar dalam pengelolaan
pemilu di tingkat desa.
“Pengangkatan
panitia pemungutan suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) itu atas usul kepala desa. Rekapitulasi hasil pemilu juga
digelar di tingkat desa. Kalau kepala desa defenitif sekaligus jadi
caleg, rawan terjadi kecurangan,” terang Ketua KPU RI Husni Kamil
Manik, Selasa (2/4).
Memang larangan kepala desa/wali nagari menjadi caleg, tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012. Tetapi secara tegas kepala desa dan perangkat desa dilarang menjadi pelaksana kampanye sesuai pasal 86 ayat (2) huruf g dan (2) huruf h. Waktu pelaksanaan kampanye untuk pemilu 2014 juga sangat panjang sehingga akan sulit mengawasi dan memastikan para kepala desa itu tidak berkampanye. Belum lagi jumlah pengawas pemilu di lapangan yang terbatas. “Jika mau fair ya harus mundur,” ujar Husni.
Untuk kuota caleg perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil), KPU tetap pada keputusan, kuota itu wajib dipenuhi oleh partai politik. Bagi parpol yang tidak dapat memenuhinya, tetap menjadi peserta pemilu di dapil tersebut, hanya saja tidak dapat mengajukan caleg.
Kata Husni, perolehan suaranya akan tetap dihitung yang nantinya akan digunakan dalam penghitungan suara partai secara nasional untuk kebutuhan penentuan partai politik yang lolos paliementary threshold dan penghitungan suara untuk kebutuhan pemilukada.
“Jadi hak parpol tidak dihilangkan, mereka tetap menjadi peserta pemilu di dapil tersebut. Mereka tetap diikutkan dalam penghitungan suara, hanya saja tidak diikutkan dalam pembagian kursi karena calegnya tidak ada,” jelasnya.
Husni mengatakan partai politik tetap dapat menyikapi ketentuan kuota perempuan itu dengan mengajukan caleg sesuai dengan kondisi partai di daerahnya. “Misalnya untuk caleg DPR RI dari Maluku, jumlah kursi ada 4. Kalau diisi penuh berarti harus ada dua caleg perempuan. Kalau tidak ada 2 kan bisa diisi satu sehingga menjadi 2 laki-laki dan satu perempuan,” jelasnya.
Pemahaman
bahwa kuota 30 persen itu harus ada di setiap dapil sudah sesuai dengan
pasal 56 ayat 2. Dalam pasal itu dengan jelas disebutkan bahwa di
dalam daftar bakal calon setiap tiga orang bakal calon terdapat
sekurang-kurangnya 1 orang perempuan bakal calon. “Kalau sudah bicara
daftar calon, itu sudah bicara daerah pemilihan (dapil),” ujarnya. (gd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar