Banyak cara sekaligus persiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada 2015. Hal ini juga merupakan tantangan karena sejatinya
pola pikir dan semangat pemerintah serta para pelaku ekonomi Indonesia
masih seperti biasanya.
Belum ada gerakan dan mereka masih terbius wacana. Padahal, menurut ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid, pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja.
Belum ada gerakan dan mereka masih terbius wacana. Padahal, menurut ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid, pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja.
"Adanya MEA harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi
lebih dari dua kali lipat, yakni dari 250 juta menjadi 600 juta,"
katanya, di Yogyakarta, Sabtu (22/11/2014).
Dengan pola pikir dan semangat seperti itu, dia berharap Indonesia dapat
memetik manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih
cepat tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya.
"Misalnya, sekarang justru sektor manufaktur kita tumbuhnya melambat.
Padahal, sektor itu diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian
nasional," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi UII ini.
Menurut dia, berbagai indikator yang ada sekarang lebih banyak
menunjukkan kelemahan, seperti indeks daya saing total, indeks
infrastruktur, indeks terkait dengan birokrasi, dan masih adanya pungli,
korupsi, dan suap yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Namun, kata
Edy, hal itu bukan sesuatu yang statik.
"Kemauan politik dari pemerintahan Jokowi-JK untuk percepatan dan
perbaikan indikator-indikator tersebut, bisa memperbaiki daya saing
secara revolutif sehingga bisa mengejar ketertinggalan itu," katanya.
Satu hal lain yang perlu diwaspadai, menurut dia, adalah pasar tenaga
kerja, termasuk tenaga kerja terdidik. "MEA juga meliberalkan pasar
tenaga kerja profesional," ujar Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi
Swasta Indonesia (Aptisi) ini.
Padahal, kata dia, sekarang pun ada 600.000-an pengangguran intelektual.
Tanpa ada perbaikan kualitas tenaga kerja Indonesia, bisa terjadi "booming"
pengangguran intelektual. Oleh karena itu, Edy mengingatkan lembaga
pendidikan tinggi tidak bisa hanya berjalan apa adanya seperti sekarang.
Perguruan tinggi, menurut dia, bukan hanya ikut bertanggung jawab atas
pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus meningkatkan
kualitas lulusannya.
"Perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
permintaan bursa kerja. Jika hal itu tidak dilakukan, bisa jadi
perguruan tinggi hanya akan menambah masalah dengan melahirkan lebih
banyak penganggur intelektual," katanya.
Sementara itu, diplomat senior Makarin Wibisono juga mengingatkan bahwa
dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan sektor jasa. "Liberalisasi pasar jasa akan menguntungkan
bagi Indonesia dalam dinamika MEA," kata Makarim dalam seminar
Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok di Jakarta, beberapa waktu
lalu.
Menurut dia, liberalisasi pasar jasa menguntungkan karena meningkatkan
kualitas serta menentukan biaya kewajaran bagi tenaga kerja sehingga
kemudian meningkatkan daya saing di sektor industri. "Sektor jasa yang
efisien juga merupakan pilar penting untuk pertumbuhan ekonomi,"
katanya.
Pasar jasa yang efisien, menurut Makarim, akan meningkatkan pilihan
konsumen, produktivitas, kompetisi, dan kesempatan untuk pembangunan
sektor jasa baru. "Jika terjadi inefisiensi, dampak negatifnya pada
produktivitas, inovasi, distribusi teknologi, dan menghalangi
tercapainya pertumbuhan optimal," kata Duta Besar Indonesia untuk PBB
(2004--2007) ini.
Sebelumnya, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Framework Agreement on Services
(AFAS) pada 15 Desember 1995 di Bangkok, yang intinya menghilangkan
hambatan dalam sektor perdagangan jasa antarnegara anggota. Perdagangan
jasa yang dimaksud terbagi dalam delapan sektor, yaitu transportasi laut
dan udara, jasa bisnis, konstruksi, telekomunikasi, pariwisata, jasa
finansial, kesehatan, dan logistik.
"Sektor jasa yang kompetitif menarik investor asing karena menciptakan
iklim kerja yang kondusif untuk efektivitas operasi bisnis. Itu adalah
salah satu hal yang dibutuhkan Indonesia saat ini," tambah dia.
Presiden Direktur Kelompok Usaha Bosowa Erwin Aksa menilai Indonesia
masih menghadapi beberapa kendala dalam menghadapi persaingan pada era
MEA 2015.
"Sejumlah kendala tersebut adalah masih lambannya layanan birokrasi,
regulasi yang masih tumpang-tindih, serta kepastian hukum," kata Erwin.
Menurut dia, jika Indonesia mampu mengatasi beberapa kendala tersebut
secepatnya, potensinya besar untuk dapat unggul dalam persaingan saat
memasuki era MEA nanti. Setelah diberlakukannya MEA pada 2015, menurut
Erwin, negara-negara di ASEAN tidak lagi dibatasi dalam perdagangan dan
menjual jasa sehingga Indonesia harus mampu menjaga kemandirian bangsa
di bidang ekonomi.
"Sayangnya, kalangan pengusaha sudah bergerak cepat mengikuti dinamika
usaha, tetapi layanan birokrasi masih lamban," ujar Ketua Umum Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode 2011-2014 itu.
Dia menjelaskan prospek perekonomian Indonesia setelah diberlakukannya
MEA, hendaknya pengusaha nasional mengutamakan efisiensi sehingga mampu
bersaing dengan perusahaan dari negara tentangga.
Erwin juga mengatakan bahwa regulasi perdagangan di Indonesia harus
dijaga agar tidak menghambat pengusaha lokal dalam menghadapi
perdagangan bebas di ASEAN. Di bidang hukum, kata dia, diperlukan
kepastian hukum yang akan berperan
penting agar dunia usaha dapat berjalan lancar.
"Harapan kami dari dunia usaha, pemerintah dapat membuat keputusan
politik yang harmoni antara layanan birokrasi dan dinamika dunia usaha
sehingga pengusaha nasional dapat bersaing dengan pengusaha dari negara
tetangga," katanya.
Sementara Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram M. Firmansyah
menilai belum berakhirnya secara permanen konflik di internal Dewan
Perwakilan Rakyat bisa memengaruhi kesiapan Indonesia menghadapi MEA
2015.
"Kondisi politik yang belum mereda, akan berpengaruh terhadap kondisi
perekonomian dalam negeri," kata dia di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Oleh sebab itu, Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Mataram (Unram) ini menyarankan pemerintah menunda
pemberlakuan MEA 2015.
"Kondisi politik dan ekonomi dalam negeri belum siap untuk bersaing.
Menurut saya, kita perlu benahi dulu benang kusut kondisi dalam negeri,"
ujarnya.
Ia mengatakan bahwa kisruh di internal DPR menyebabkan belum adanya
regulasi yang prodaya saing bagi kepentingan MEA. "Bila ini terus
dibiarkan, Indonesia akan babak belur menghadapi persaingan pasar
bebas," jelas Firmansyah.
Idealnya, menurut dia, pada awal mulai bekerja, para anggota DPR sudah
memikirkan daya saing masyarakat. Namun, faktanya mereka sibuk mencari
keseimbangan posisi kekuasaan. Para wakil rakyat tidak melihat sisi
ekonomi yang sudah parah karena tingkat pertumbuhan ekspor pada 2014
anjlok, dan diperkirakan akan terus menurun.
"Wajar pertumbuhan produksi industri Indonesia saat ini hanya mampu
menggenjot angka 1,4 persen, sedangkan Filipina 9,6 persen, Vietnam 6,7
persen, dan Singapura 3,3 persen," ujar dia.
Ia juga menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang
sudah ditetapkan akan memukul daya saing industri dalam negeri,"
tambahnya.
Menurut dia, harga barang produksi menjadi lebih mahal karena biaya
produksi membengkak dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Kemungkinan, kata Firmansyah, pasar Indonesia yang daya belinya turun
akibat harga BBM bersubsidi naik, akan memilih barang-barang murah dari
Tiongkok dan negara ASEAN lainnya daripada produk domestik.
Ia juga mengingatkan perbankan harus membenahi suku bunga kredit dalam
negeri yang masih jauh lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.
"Jika tidak, pembiayaan kredit sektor riil dalam negeri akan berada di
tangan bank asing. Bahkan, kredit konsumsi juga akan diambil alih bank
asing," pungkasnya.
Sumber: www.metrotvnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar