Malam terus berjalan. Yang terdengar kemudian suara seruling, sayup-sayup dibawa angin. Suaranya demikian merdu, lagunya seperti lagu angin malam. Sesaat kemudian bergantian para seniman menampilkan aksinya di panggung megah alami, Candi Penataran. Atraktif seirama dengan nyala oncor (obor, red.) dalam heningnya malam itu. Inilah sebuah malam yang bertajuk ‘Purnama Seruling Penataran’.
Back To Nature
Pentas kesenian tradisional bertajuk ‘Purnama Seruling Penataran’ mengajak kita untuk mengangkat kembali semangat kenusantaraan. “Pentas ini dimaksudkan agar Kabupaten Blitar yang kaya akan warisan leluhur bagus, terpublikasikan dengan bagus pula.”, kata Wima Bramantya -Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar.
Menurut dia, konsep kegiatan yang digelar ini dalam bingkaian back to nature (kembali ke alam) sehingga tidak terkesan membosankan. Sebuah pentas kesenian tradisional dengan seruling bambu -alat musik pokok yang digunakan, ini merupakan hasil kreasinya. Ide yang ia tangkap dari obrolan bersama koleganya Ray Sahetapi -artis senior ibukota yang saat ini sangat intents mengangkat semangat kenusantaraan.
Seruling, suara yang dihasilkan alat musik dari bambu ini terasa seperti suara angin. Suara yang paling dekat dengan suara alam. “Sehingga bisa lebih menyatukan kita dengan alam.”, tambah Wima. Memiliki kesan romantis serta feminin. Dan lagi, pohon bambu tumbuh dimanapun hampir diseluruh belahan wilayah nusantara sehingga alat musik ini memiliki kesan universal yang tidak mewakili kesukuan tertentu.
Purnama Seruling Penataran atau PSP pertama kali digelar pada bulan Oktober 2010 dengan tajuk ‘Malam Seribu Seruling’. Pelaku seninya adalah seribu pelajar dari seantero Kabupaten Blitar, dan memperoleh apresiasi luar biasa dari para pelaku budaya diseluruh nusantara.
Panggung yang dipilih adalah Candi Penataran. Candi Penataran bukan saja berperan menjadi panggung seni yang paling representatif di Kabupaten Blitar. Dalam sejarahnya, keberadaan candi ini tidak saja memiliki peran penting pada perkembangan Kerajaan Kediri dan Majapahit. Lebih dari itu, “Sangat cocok sebagai simbol kebangkitan kenusantaraan terkait sejarah hebatnya dimasa lalu.”, tutur Wima.
Belum banyak yang tahu, menurut para arkeolog, ternyata relief Candi Penataran menyimpan banyak sekali kisah kejayaan bangsa kita di masa lampau. Bahwa para leluhur kita itu ternyata sudah pernah menjelajah (blakrakan : Jawa, red.) sampai kemana-mana. Mereka sudah pernah menaklukan bangsa Kamboja, berperang melawan Suku Indian, mengalahkan orang-orang di Timur Tengah (Sumeria) dan lain-lain.
“Tidakah kita sebagai warga Kabupaten Blitar merasa beruntung ketempatan dan bangga memilikinya?”, tanya Wima retorik.
Dengan memilih Candi Penataran sebagai panggung utama, bukan kita hendak mengurangi nilai-nilai sakral-nya sebagai tempat pemujaan. Sebaliknya, kita berusaha mengangkat citra Candi Penataran melalui PSP. Kita jadikan Candi Penataran sebagai kebanggaan bangsa yang juga layak diketahui oleh public internasional.
Populerkan Blitar Lewat Candi Penataran
Di masa sekarang ataupun masa yang akan datang tanggungjawab untuk mengembangkan dan melestarikan warisan leluhur bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah, tetapi oleh masyarakat. Dalam hal ini mereka para pelaku seni, pecinta seni, pekerja seni dan pemerhati seni serta lainnya agar tidak hilang atau musnah di telan zaman.
Selalu bangga dengan Kabupaten Blitar, begitulah sosok Wima Bramantya.
Melalui Purnama Seruling Penataran ini dia ingin agar orang di Jawa Timur, Indonesia dan dunia internasional mengenal kemegahan, nila-nilai luhur dan pesona elok Candi Penataran. “Goal-nya ya tentu saja untuk mengangkat Kabupaten Blitar.”, tegasnya.
Di Pulau Bali pada tanggal tertentu ada pertunjukan Tari Kecak. Di Candi Prambanan Jogja, tanpa diberi tahu orang akan ingat kapan pentas kesenian tradisional-nya digelar. Kita berada ditengah-tengah antara Jogja dan Bali. Mengapa Blitar tidak bisa sefantastis Bali atau Jogja? Bukankah kita memiliki potensi yang tidak kalah hebat?
PSP pada akhirnya menjadi media pilihan paling ideal bagi Wima Bramantya untuk mengangkat Kabupaten Blitar.
Beranjak dari konsep back to nature, jadwal pelaksanaannya ditentukan pula oleh alam. Kapan bulan purnama muncul, pada saat itulah pagelaran seni ini akan dihadirkan. Tetapi kita sudah memiliki kalendernya sehingga bisa membuat jadwal pastinya pada tanggal berapa saja Purnama Seruling Penataran akan digelar, Wima menjelaskan.
Apresiasi luar biasa dari para pelaku budaya diseluruh nusantara, membuat konsep acara pun semakin berkembang. Meski masih tetap setia untuk memoles citra Candi Penataran, wacana yang dulunya hanya untuk menampilkan seni budaya lokal (Kabupaten Blitar), berubah menjadi ajang seni nusantara dan internasional.
Bulan purnama Januari 2011 menandai sudah yang keempat kalinya Purnama Seruling Penataran ini digelar. Selalu meriah setiap kali dihelat dengan sajian gamelan Jawa, musik kontemporer, sendra tari, drama kolosal, dan lain-lain. Pemirsa pun sangat menikmati sajian seni berkelas dalam pentas selama satu sengah jam yang dimulai pukul 20.00 WIB itu.
Semua larut dalam balutan suasana yang artistik. Sepanjang jalan menuju pelataran Candi Penataran hanya diterangi oleh cahaya lampu obor. Semua pernak-pernik disesuaikan dengan keadaan tempoe doeloe dan alami. Bahkan tempat untuk para tamu undangan VVIP (Very Very Important Person) hanya beratapkan daduk (daun tebu) dan bertiang bambu.
Mereka yang berada di atas panggung (Candi Penataran) pun tak mau mengecewakan orang-orang yang berjubel dibawah. Seniman-seniman asli Blitar tampil allout, tidak mau kalah oleh kharisma seniman-seniman ‘impor’ yang sedang ditunggu-tunggu aksinya.
Papua Choir, kelompok seni dari Indonesia timur pimpinan Bobby Sondhoro tampil memukau. Aksi, pernak-pernik dan perlengkapan mereka yang khas sangat menghibur, seolah tahu di Kabupaten Blitar ini minim sekali hiburan.
Giliran bule yang beraksi, wow?!...
Kelompok seniman Indian Paw Hawk dari Bolivia ini tampil sangat berkelas. Shock, mampu mereka hadirkan kepada penonton. Bisik-bisik mereka yang melihat disana-sini, “Kok iso Blitar kuat ngundang bule?!.”.
Gelar seni yang digagas Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar ini tidak main-main.
Sore sebelum pagelaran seni malam bulan purnama Januari 2011 ini dipentaskan, ada konferensi pers di Pendopo Kabupaten. Hampir semua stasiun televisi besar meliput. Metro TV, AN-TV, MNC-TV dan banyak media cetak yang lainnya datang.
Host atau MC-nya adalah Prita Laura presenter dari Metro TV. Prita tidak datang sendirian, bersamanya ada Mario Irwinsyah, artis ibukota yang sedang naik daun. Rombongan lain dari Jakarta adalah Quantum Convex International -sebuah perusahaan internasional bidang travel dan promosi pariwisata, yang kedepannya sedikit banyak akan membantu publikasi Purnama Seruling Penataran secara global. Jangan lupa, “Event yang kita tampilkan ini sudah berkelas internasional.”, pungkas Wima Bramantya.
Pariwisata di Kabupaten Blitar Selangkah Lebih Maju
Pada pembukaan Purnama Seruling Penataran Ke-5 (Jum’at, 18/02), dalam sambutannya Bupati Blitar -H. Herry Noegroho menyambut baik terselenggaranya PSP rutin setiap malam bulan purnama di Candi Penataran.
Lebih lanjut Bupati juga menyampaikan, pada dasarnya semua orang ingin maju. Daerah juga ingin maju. Namun siapa yang bisa membuat maju? Tentunya xa kita sendiri. Untuk itu, Bupati menyampaikan terimakasihnya kepada Dewan Kesenian Kabupaten Blitar yang selangkah lebih maju dalam mendorong perkembangan pariwisata di Kabupaten Blitar.
Purnama Seruling Penataran sekarang menjadi ikon kebanggaan pariwisata di Kabupaten Blitar. ”Salut!’, tegasnya bangga atas gagasan mereka (Dewan Kesenian Kabupaten Blitar).
Didepan tamu undangan yang diantaranya dari Pimpinan Muspida, Kepala Dinas dan SKPD, serta rombongan bintang tamu dari Cina dan Jakarta yang menikmati acara pada malam itu, sebagai Kepala Daerah ia menghimbau semua pihak agar turut serta men-suport dan memotivasi seluruh pelaku seni. Seniman-seniman baik yang pada malam itu yang sudah bergabung dalam PSP maupun yang belum.
Masih menurut Bupati, banyak sekali kesenian yang ada di Kabupaten Blitar ini yang layak untuk di tampilkan baik ditingkat nasional maupun internasional. Dan jangan lupa, berapa banyak tokoh-tokoh hebat di negeri ini yang berdarah Blitar? Mulai dari Presiden Soekarno, Wakil Presiden Budiono, dll. Bahkan, Anthony Herman Gerard Fokker (Pendiri Pabrik Pesawat Fokker) juga lahir di Blitar pada 06 April 1890 tepatnya di Perkebunan Candi Sewu.
Mari kita ekspresikan kebanggan kita sebagai warga Kabupaten Blitar melalui seni dan sekaligus memajukan dunia pariwisata yang ada di Kabupaten Blitar. Kita tunjukan kepada daerah-daerah lain di Indonesia bahwa Kabupaten Blitar adalah daerah yang sangat peduli akan pelestarian seni dan budaya. “Mari berkarya dengan baik, menuju Kabupaten Blitar yang lebih baik.”, tutur H. Herry Noegroho mengakhiri sambutan.
Sumber: Majalah Penataran Kabupaten Blitar